jalan yang terhampar lurus itu bagaikan lagu-lagu pop yang kini merajai lanskap musik di jalur utama di negeri ini. saya yakin siapa pun bisa melaju dengan kecepatan tinggi. kalaupun di sana-sini permukaannya tak mulus, praktis tak ada kelokan dan kejutan yang berarti. semuanya bisa ditebak.
saya tak tahu persis apakah saya lebih menyukai wujud dan karakter jalan seperti itu atau justru yang sebaliknya, yang berliku-liku dan naik turun seperti penuh petualangan. kalaupun biasanya saya memilih jalur selatan yang bisa membuat kepala pusing dan perut mual, seperti naik kuda hijau, sebenarnya bukan serta-merta berarti itulah preferensi saya. mungkin dari segi praktis saja: jalur itu cenderung lurus jika ditempuh dari rumah.
namun, hari itu, setelah sempat bimbang sebelum tiba di pintu keluar cileunyi, di jalan tol bandung, saya dengan tegas memutar kemudi sehingga mobil berjalan lurus di jalur yang mengarah ke sumedang. ekspektasi saya memang tak bagus: macet bakal menghadang. toh saya tak peduli. dari loudspeaker, trivium menyemburkan anthem (we are the fire) dengan gagah. saya ikut menyanyi: turn your backs on your enemies/ and let those motherfuckers rot in their jealousy…
betul saja, macet di beberapa tempat tanpa ampun menghambat laju mobil saya –di tanjung sari, jatinangor, sumedang. kedua kaki harus bekerja keras dengan pedal kopling dan pedal rem. di kepala terbayang kaki… ade rai. rasanya ingin memaki. yah, apa boleh buat, saya bertahan untuk sabar; saya sendiri yang memilih, ‘kan? lagipula saya merasa mendapatkan semangat baru, semangat pantang menyerah, setelah mengganti musik dengan six degrees of inner turbulence-nya dream theater yang elegan itu.
hujan yang turun sejak di sumedang seperti membubuhkan atmosfir sunyi. (bagaimana tidak? saya bepergian sendiri; lucky luke saja masih lebih beruntung, soalnya jolly jumper, kudanya yang lucu itu, adalah makhluk hidup.) tapi saya membayangkan cirebon, titik dari mana tujuan terdekat di jawa tengah dan kopi kental yang panas, juga obrolan yang akrab, tinggal beberapa jam saja. saya menarik napas dalam-dalam seraya menginjak pedal gas tanpa ragu.
Leave a Reply