sewaktu saya masih di sekolah menengah atas, terutama pada tahun awal, bisa nonton konser adalah mimpi. kota tempat saya tinggal jauh dari mana-mana. kota besar terdekat adalah solo. tapi bepergian keluar kota, waktu itu, hanya mungkin saya lakukan pada saat libur sekolah. justru pada saat-saat itu tak pernah ada konser musik –seingat saya. memang demikianlah dulu: konser musik tak sebanyak dan seluas sekarang. saya paling hanya bisa membaca ceritanya, juga kesan-kesannya, dari majalah.
saya lupa kapan persisnya saya pertama kali nonton konser musik. saya hanya ingat siapa bintang utamanya: sas. ini grup rock kondang waktu itu, yang berasal dari surabaya. malam itu mereka bermain di sebuah lapangan di belahan selatan kota, membawakan karya-karya emerson, lake and palmer. keren. tapi kenangan akan konser ini lekas tenggelam oleh peristiwa-peristiwa lain, termasuk kemudian konser-konser lain yang kebetulan saya punya kesempatan untuk menontonnya setelah kuliah di universitas –squirrel, makara, grass rock.
karena pekerjaan, saya kemudian beruntung bisa menyaksikan konser artis-artis asing. tentu saja tanpa keluar uang sendiri.
yang saya ingat betul saya menonton adalah sting dan santana. seperti mimpi saja rasanya. dua konser itu sungguh berbeda suasananya. sting boleh dibilang artis mainstream yang populer: penontonnya kalangan muda berkelas, yang berdandan dan wangi. santana? pada 1970-an mungkin dia artis mainstream. tapi pada 1990-an itu jelas dia sudah berada di periferi. penontonnya ya datang dari kalangan berumur, mereka yang waktu remaja menggemari santana. buat saya, tidak ada masalah sama sekali. saya suka sting, juga santana.
konser yang benar-benar saya hadiri dengan membayar sendiri, yang saya ingat jelas, adalah deep purple dan dream theater. relatif belum lama, sih –masih dalam jangkauan ingatan sayalah. deep purple memang sudah uzur. tapi mereka masih nendang!
yang paling tak terlupakan, saya yakin, adalah konser dream theater. bukan saja karena venue-nya di seberang lautan –singapura. tapi juga karena perjalanan ke sana yang sungguh “heroik”.
saya memutuskan untuk berangkat ke singapura agak belakangan. tidak seperti sejumlah teman dari indonesia yang sudah gegap gempita sejak tahu persis bahwa mike portnoy dan kawan-kawan akan tampil di sana. untung saya masih bisa mendapatkan tiket, juga kursi penerbangan ke batam.
batam? betul, saudara. sebagian besar penggemar dari indonesia yang memutuskan nonton memilih berangkat melalui batam. pertimbangan paling utama, ya, ongkos bisa sangat ditekan. fiskal, misalnya, kami hanya perlu membayar separo dari jumlah yang mesti dibayar kalau terbang langsung dari jakarta. dari batam kami menyeberang dengan feri, yang ongkosnya juga relatif lebih murah. di singapura kami menginap semalam. praktis semuanya menumpang. untung ada teman-teman. begitulah.
teman-teman waktu itu sepakat menamakan diri sebagai jemaah sacrificed sons (mengambil judul salah satu lagu dream theater). ya, mungkin muhibah kami mirip jemaah, dengan ritual tertentu. yang pasti sih secara batiniah, dan mungkin spritual, setelah acara selesai dan saya tiba lagi di tanah air, saya merasa seperti pulang ziarah.
saya tak tahu apakah akan melakukan perjalanan serupa lagi. mungkin tergantung siapa yang main.
ada rencana lagi ga mau nonton di bulan Januari?
klo iya kabar2i saya dong
sejauh ini belum, sih. mungkin nanti setelah paspor baru saya selesai (duh, sekarang belum mengajukan permohannya) saya akan putuskan. waktu itu nontonkah?